Bagaimana Agar Riwayat ‘Sevel' Tak Terjadi Lagi?

Sengkarut jatuhnya kerajaan bisnis 7-Eleven di tanah air membuat banyak pihak perlu mawas diri dalam menjalani bisnis, terutama bagi mereka yang bermain di sektor ritel. Terlebih dengan berhenti beroperasinya seluruh jaringan gerai 7-Eleven di Indonesia, kian membuat khalayak ramai cukup was-was untuk mengarungi bisnis ritel di Indonesia. Publik bertanya-tanya apakah pasar Indonesia tidak cocok untuk bisnis yang menerapkan konsep ritel modern atau convenience store ini.

Namun sebelum ‘bola liar’ efek gugurnya minimarket yang dikenal dengan sevel itu bergulir cukup jauh, para pakar dari kalangan pebisnis dan tokoh komunitas pengusaha nasional buru-buru menepis tudingan yang berhembus di masyarakat. Salah satunya datang dari oleh Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Roy Mandey.

Ia meyakini tidak ada yang salah dengan konsep nongkrong yang dipopulerkan oleh waralaba 7-Eleven. Dalam rilis resminya yang banyak dilansir oleh berbagai surat kabar, Roy menerangkan bahwasannya konsep 'Food Store Destination' yang dihadirkan oleh Sevel bahkan menjadi inspirasi bagi anggotanya (brand ritel) untuk mengadopsi konsep yang sama.

"Karena business model seperti ini sedang berkembang juga. Ada beberapa anggota kami yang kemudian ikut menggunakan gerainya untuk menjual makan minum, sehingga pengunjung bisa makan minum di tempat, karena ini lifestyle, permintaan konsumen yang terobsesi dengan sosialisasi," terang Roy seperti yang dikutip oleh berbagai media massa.

Senada dengan hal tersebut, Ketua Perhimpunan Waralaba & Lisensi Indonesia (WALI), Levita Supit, menuturkan Sejak pertama kali membuka gerai perdananya pada 2009, 7-Eleven menarik minat masyarakat dengan inovasi minimarket yang dilengkapi tempat santai bagi konsumen. “Sevel itu sudah delapan tahun masuk pasar Indonesia, khususnya Jakarta. Bisnis minimarket dibarengi kongko-kongko anak muda,” terangnya kepada FranchiseGloibal.com.

Namun lanjut Ita, hal tersebut tidak dibarengi dengan respon serius Sevel, sehingga mereka bisa disalip oleh brand follower mereka. Kondisi ini pula yang membuat brand seperti Circle-K, Indomaret Point dan Lawson yang dibesut oleh Alfamart Group mampu berbicara banyak di panggung convenience store nasional.

Apalagi dengan diluncurkannya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 06/M-DAG/PER/1/2015 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol, membuat kerajaan waralaba 7-Eleven mulai berguguran.

Lalu bagaimana agar riwayat franchise 7-Eleven tidak terulang di masa mendatang? berbeda dengan sang jawara, para kompetitor malah mendapat angin segar dengan turunnya pamor Sevel di Indonesia. Brand-brand seperti Circle-K, Indomaret Point dan Lawson masih tetap sustain karena selain disokong oleh korporasi besar, ketiga brand tersebut masih tetap mengandalkan penjualan produk fast moving consumer goods yang lebih laku dan dibutuhkan masyarakat.

“Gerai-gerai inilah yang menopang pendapatan mereka. Dengan jarngan toko yang lebih banyak, bahkan jumlahnya sampai ribuan, mereka bisa subsidi silang dengan gerai yang kurang menghasilkan,” tambahnya.

Setali tiga uang, Ketua Umum Kamar Dagang Industri Rosan Roeslani, mengamini jika konsep convenience store di Indonesia masih bisa dijalankan dengan menerapkan bisnis model seperti Alfamart dan Indomaret.

"Harusnya seperti Indomaret atau Alfamart. Di Indomaret orang masuk, beli, keluar, dan begitu terus sehingga volumenya banyak. Harusnya begitu," katanya seperti dilansir Suara.com.

Selain itu, lanjut Rosan, tutupnya gerai Sevel di Indonesia lantaran regulasi yang diterapkan oleh pemerintah tidak jelas, di mana setiap perusahaan ritel aturannya berbeda-beda. "Ya izinnya sevel dengan Indomaret atau Alfamart ternyata berbeda. Harusnya kan sama. Jadi harus disempurnakan regulasinya. Regulasi itu kan harus disempurnakan terus, tidak bisa statis," ujar Rosan.

Oleh sebab itu, Rosan meminta kepada pemerintah untuk segera memperbaiki regulasi terkait perusahaan ritel di Indonesia agar tidak terulang kembali. "Memang ritel itu untungnya nggak besar, jadi memang harus benar-benar kuat konsepnya agar bisa bertahan di Indonesia," tutupnya.

DISCLAIMER
FranchiseGlobal.com tidak bertanggungjawab atas segala bentuk transaksi yang terjalin antara pembaca, pengiklan, dan perusahaan yang tertuang dalam website ini. Kami sarankan untuk bertanya atau konsultasi kepada para ahli sebelum memutuskan untuk melakukan transaksi. Tidak semua bisnis yang ditampilkan dalam FranchiseGlobal.com menerapkan konsep franchise semata, melainkan menggunakan konsep franchise, lisensi, dan kemitraan.

Member of:

Organization Member:

Media Partner:

Our Community: